Thursday, October 12, 2006

#017: "Perang Batin" dalam Partai Final*

Menyaksikan secara langsung kemenangan tim putra Jakarta Phinisi atas Surabaya Flame, 3-2, dalam partai final ProLiga 2003 [20/4], memang cukup menyesakkan dada, mengingat penulis sangat menjagokan Flame bisa menjadi juara ProLiga tahun ini. Paling tidak, itu untuk mengobati kekalahan mereka tahun lalu ketika peluangnya dikandaskan oleh Bandung Tectona, 2-3 di partai final, juga melalui proses kekalahan yang memilukan --setelah lebih dulu unggul 2-0.

Lebih menyesakkan lagi, kekalahan Flame atas Phinisi dalam final kali ini terjadi, setelah Flame terlebih dulu unggul 14-12 di set ke-5, yang akhirnya harus menyerah 17-19. Tapi, meskipun Flame kalah, penulis lumayan bisa terhibur, karena kunci di balik sukses Phinisi meraih juara ProLiga tahun ini, tak bisa dilepaskan dari peran sentral dan sosok sang tosser, LoudryMaspaitella.

Tosser kawakan yang kini berusia 34 tahun itu, merupakan idola penulis sejak SMP, ketika masih terobsesi untuk bergabung dengan klub Petrokimia Gresik. Loudry, adalah fenomena bagi masyarakat Jawa Timur dan dunia bola voli nasional di era akhir 80-an dan 90-an. Bersama Syamsul Jaiz [pelatih BandungArt-deco sekarang, juara ProLiga tahun ini], Jalu Sudiro, Dennis Taroreh dll, mereka adalah pilar-pilar utama tim Petro, tim PON Jawa Timur dan jugatim nasional. Bersama timnas, Loudry mampu merebut medali emas bola voli SeaGames 1997 di Jakarta, setelah di final mampu menumbangkan Thailand.

Loudry memang pantas menjadi bintang dalam setiap pertandingan. Dia adalah tipe tosser yang sangat tenang, memiliki umpan yang sulit diduga dan bagus dalam blok dan receive. Ia adalah sosok tosser yang mumpuni, dan masih belum tertandingi hingga kini. Sehingga pantas, Li Qiujiang, pelatih timnas putra asal Cina --yang juga pelatihnya di Phinisi, masih memintanya untuk memperkuat barisan tim nasional.

Dengan ketenangannya, Loudry mampu menstabilkan mental-bertanding teman-temannya yang sempat "terkejut" dengan permainan Flame yang mulai bangkit dan bisa membaca permainan mereka di set ke-3 dan 4. Sejak Flame menyamakan kedudukan menjadi 2-2 setelah sebelumnya tertinggal 0-2, mental para pemain Phinisi dalam kondisi tertekan. Permainan menjadi buruk. Berkali-kali open-spike yang dilancarkan pemain muda penuh berbakat, INyoman Rudi Tirtana, berhasil dimentahkan para pemain Flame. Tapi, berkat segudang pengalaman yang dimilikinya, Loudry mampu mengangkat kembali moril teman-temannya, sehingga Phinisi mampu keluar dari problem mental. Dan memang itu terbukti efektif, Phinisi mampu menekan balik Flame, dan mereka layak menjadi juara.

Dengan umpan-umpan Loudry, para pemain Flame sering terkecoh dalam mengantisipasi serangan Phinisi. Quick keras Robby Meliala, open-spike Rudi,dan bola tinggi Minar begitu mudah menembus pertahanan Flame. Hanya Hadi Esmanto --juniornya di tim PON Jawa Timur, yang efektif mampu mematikan gerakan bola Loudry. Tapi ketika Hadi berada di posisi belakang, kembali serangan Phinisi sulit dibendung oleh pemain Flame. Angka demi angka diraih Phinisi ketika Hadi berada di belakang.

Dengan keunggulan mampu mengatasi dan keluar dari problem mental yang tertekan, Phinisi akhirnya menjadi juara ProLiga tahun ini. Hadi Esmanto memang bermain sangat cemerlang, tapi Loudry adalah kunci sukses di balik keberhasilan Phinisi.
Bravo Hadi, sukses buat Loudry!


*tulisan ini dibuat setelah partai final ProLiga 2003.
©aGus John al-Lamongany, Pcr-21/4/03

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

ternyata, volimania beraatthh...

8:47 AM  

Post a Comment

<< Home