Sunday, December 03, 2006

#093: Optimisme di Tengah Pesta Rakyat: "Durna-isme" Harus Lenyap


Para prajurit masih tampak kelelahan. Recovery beberapa hari untuk memulihkan stamina dan fisik, masih belum juga membuahkan hasil. Pesta rakyat sehari Kerajaan Hastinapura yang berlangsung di Lapangan Kurusetra kemarin memang sungguh melelahkan. Full games, dan untuk menuju lokasi harus menempuh perjalanan darat PP 5 jam yang membosankan.


**
Pesta rakyat berlangsung meriah. Lapangan bola Kurusetra -kurang lebih 20 km arah 170 derajat dari ibukota Pajajaran (berdasarkan jarak udara ditarik dari MapInfo), menjadi semarak. Games dan aneka jajanan pasar (pastel, lumpia, tahu isi, kue basah, permen) tersaji ala prasmanan di tengah lapangan. Minumanpun ada tiga rupa. Air putih, teh manis hangat, dan kopi yang tidak terlalu kental. Hari itu rakyat benar-benar dimanjakan. Mereka tinggal comot makanan dan minuman yang mereka suka.

Kerajaan Hastinapura benar-benar berpesta untuk rakyatnya. Sebagai bentuk keseriusan kerajaan, sang rajapun sampai perlu turun gunung ikut berjoget bersama prajurit di depan panggung acara, dari awal hingga akhir acara. Tak peduli musik pop-rock, R & B, ataupun dangdut, sang raja tetap asyik berjoget; menunjukkan antusiasme, keterbukaan dan keegaliteran pribadinya. Sementara di sudut yang lain, para dayang dan emban berjoget memutar pantatnya ala Inul sambil bermain kubangan kerbau. Ya, para dayang itu mengekspresikan dirinya dengan lepas. Mumpung lagi ada pesta!


**
Entah serba kebetulan atau tidak, pesta rakyat ini berlangsung beberapa hari setelah "Durna" lengser keprabon. Penasehat raja itu merasa capek, ingin istirahat, katanya.

Penasehat raja itu mungkin lupa. Kerajaan Hastinapura sekarang sedang berbenah. Bola reformasi terus bergulir. Yang baru harus lebih baik dari yang lama, itu tuntutan dan harapan raja. Jadi bila yang baru masih tetap melakukan hal yang sama dengan yang lama, berarti perubahan itu tak ada gunanya.

Durna dan segala pengikutnya harus berpikir seribu kali, bahwa saat ini Hastinapura berniat untuk menguasai Nusantara. Hastinapura sungguh-sungguh ingin berubah. Karenanya, dibutuhkan sikap mental yang bersih dan jujur dari para pejabat kerajaan. Mulai dari penasehat raja, senopati, hulubalang, tumenggung ataupun pejabat setingkat rendahan sekalipun harus menunjukkan sikap pribadi yang amanah (dapat dipercaya).

Semua harus paham, bahwa "Durna-isme" hanya menjadi penghambat peningkatan kesejahteraan prajurit. "Durna-isme" hanya menyusahkan nasib kaum alit (orang kecil). Mereka kenyang dan kaya, sementara prajurit tiap hari harus bergelut dengan kehidupan pribadi yang pelik; BBM naik 50%, harga susu formula untuk bayi mahal, cicilan KPR naik, dan semua angsuran juga ikutan naik karena suku bunga dunia pewayangan jadi naik. "Durna-isme" tidak boleh dibiarkan berkembang agar para prajurit tidak terjebak pada "gali lubang tutup lubang" setiap bulan.


**
Keterbukaan dan kebersahajaan diri sang raja terbukti. Dalam pidatonya ketika membuka pesta rakyat itu, dengan gaya fungky, sang raja berpesan; bahwa Kerajaan Hastinapura berniat akan menguasai Nusantara. Seluruh prajurit Hastinapura, baik yang lama ataupun yang baru diharapkan untuk bersatu-padu menyongsong dan menyukseskan "Sumpah Amukti Palapa Negeri Hastinapura" itu. Raja berharap, tidak boleh ada lagi perpecahan dan dikotomi di antara para prajurit. Semua harus selalu mengedepankan positif thinking. Harus kompak bekerjasama karena beban menyatukan Nusantara sungguhlah teramat berat.

Untuk memperkuat esensi titah raja, dalam sesi utama pesta rakyat itu diadakan forum meditasi dan cerita filsafat tentang kebersamaan. Raja dan para pejabat kerajaan ikut berbaur di tengah-tengah kerumunan prajurit. Para prajurit tampak antusias sekali mengikutinya, karena pada dasarnya mereka selama ini sangat menginginkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka tidak ingin lagi nasib mereka dikebiri oleh para Durna. Karenanya, mereka sangat antusias untuk berubah (ke arah yang lebih baik).


**
Jam 16:00, pesta rakyat itu bubar. Segenap prajurit bergegas meninggalkan lokasi pesta yang diguyur hujan. Tanpa terlebih dahulu mandi, badan keringatan dan bau, plus basah karena diguyur hujan, dan harus pulang malam-malam, bikin kepala pusing. Tidur sehari di hari Minggu belum membuat stamina menjadi pulih.
Dan cerita itu pun benar-benar bubar, ketika aku baru menyadari sudah terduduk bengong di lantai, terjengkang dari tempat tidurku. Jam menunjukkan pukul 02:15.
Ternyata aku tadi bermimpi....




Pesanggrahan Bumi Ciangsana, 20-09-2005 (c) Gus John

0 Comments:

Post a Comment

<< Home