Tuesday, January 16, 2007

#101: Mengurai Hubungan IAW dan PT


Jika tidak ada aral-melintang, hari Minggu besok, 19 Maret 2006, acara "Temu Alumni" Ikatan Alumni Wikusama (IAW) akan digelar. Tempatnya, di Kawasan Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan. Sesuai planning dari panitia; ada acara band, sumbang lagu, perkenalan keberadaan PT Wikusama (badan usaha yang dikelola oleh alumni IAW), perkenalan WBC (Wikusama Bikers Community), dan sebagai acara pentingnya adalah pemilihan Ketua Umum IAW yang baru. Point yang terakhir ini menarik, karena ini untuk pertama kalinya terjadi proses pergantian pengurus sejak IAW berdiri tahun 2003 lalu. Menjelang proses pergantian pengurus baru inilah baru muncul "masalah-masalah" yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, baik oleh founding fathers (pendiri) IAW ataupun PT.

Saat mendirikan IAW dan PT, mungkin para founding fathers saat itu hanya memikirkan idealisme saja. Bagaimana IAW segera terbentuk, bagaimana PT bisa berdiri. Idealisme dan pemikirannya sederhana; IAW didirikan sebagai perekat anggota alumni SMK Sandhy Putra Malang. Dalam angan-angan saya selanjutnya, saya menginginkan ke depan IAW bisa besar seperti ITB-Connections -kumpulan orang-orang ITB yang sukses di bidang politik dan ekonomi, ITS-Connections, ILUNI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia/UI), dan sebagainya. IAW sekarang? Memang belum. Tapi tunggu minimal 5 tahun ke depan. IAW Insya Allah akan semakin diperhitungkan.

Sementara PT Wikusama diupayakan secepatnya berdiri -PT Wikusama berdiri sekitar bulan Agustus 2003- agar bisa mensuport dana untuk kegiatan IAW, dan dalam jangka panjang bisa menampung alumni di dunia kerja. Dalam konsep Cak Usma selanjutnya kemudian PT bisa berkembang sebagai perusahaan outsource IT yang lumayan dapat "order" di mana-mana. PT sudah mulai diperhitungkan oleh dunia luar.

Karena hanya berlatar belakang idealisme semata -agar IAW dan PT secepatnya berdiri, para pendiri mungkin "lupa" dengan membuat aturan (pagar-pagar) yang cukup ketat untuk sebuah organisasi yang baru berdiri. Dan kini terbukti. Misalnya saja satu contoh sederhana dalam sebuah pasal; “seorang Ketum hanya boleh dipilih sekali setelah itu tidak boleh dipilih lagi”. Dalam konstitusi (aturan) manapun tidak ada aturan yang "seketat" itu. Hampir semua institusi/organisasi memberikan waktu maksimal dua periode untuk jabatan posisi tertinggi dalam sebuah organisasi. Ambil contoh saja: pemilihan presiden, gubernur hingga lurah (kepala desa). Di organisasi lain pun demikian. HMI, PMII, PBNU, PP Muhammadiyah juga sama. Dan aturan ketat di atas lebih diperketat lagi dengan aturan internal PT yang menyebutkan bahwa "Ketum secara otomatis sebagai Komisaris PT sebagai bukti kepemilikan saham mayoritas IAW terhadap PT".

Aturan itu kini terasa dampaknya. Ia seolah-olah "memenjara" IAW untuk tidak bisa bergerak lebih bebas. Temu Alumni pun terancam bubar bila "aturan mengikat" itu tidak segera diselesaikan. Padahal, IAW adalah pemilik saham terbesar di PT, dan PT belum 100% bisa bergerak secara mandiri dan profesional. PT masih “terikat” dengan IAW. Dalam konteks ini, kegelisahan yang diutarakan Cak Usma, Oton dkk beberapa waktu lalu ada benarnya. Dan itu sebuah input yang sangat positif. Artinya, selama ini antara IAW dan PT ada aturan yang serba "mengikat" dan sekarang terbukti menjadi masalah baru.

Ambil contoh jika mengikuti aturan lama (bahwa Ketum hanya boleh menjabat 1 periode/3 tahun), sementara kondisi PT masih dalam taraf belajar menuju professional. Maka, setiap 3 tahun Komisaris PT akan ganti baru. Itu artinya akte PT pun harus berubah setiap 3 tahun. Berapa cost yang harus dikeluarkan oleh PT hanya untuk mengurusi administrasi seperti itu? Padahal, PT masih punya banyak agenda lain yang lebih penting.

Kedua, posisi person to person yang ada dalam akte PT. Mereka tidak dibayar tapi memiliki resiko yang luar biasa bila PT ada masalah (semoga tidak!). Nah, dalam posisi seperti ini, lalu siapa yang ingin jadi Ketum IAW jika dia dipilih hanya untuk "digantung" dalam posisi Komisaris PT yang hanya formalitas belaka seperti itu?

Sedikit flash back, dalam proses pendirian PT dulu, tidak ada yang bersedia masuk dalam akte PT dengan alasan akan membawakan proyek di perusahaannya masing-masing untuk PT --kecuali saya, Hilal dan Lilis yang bersedia masuk dan tercatat dalam akte PT (hingga kini). Buktinya? Nol besar. Tak ada itu proyek seperti yang digembar-gemborkan. Justru Agung (PT EDI) dan Cak Usma (Flexi) yang memberikan proyek untuk PT padahal posisi mereka di luar akte PT.

Intinya ke depan, antara IAW dan PT memang perlu dibuatkan sebuah aturan yang jelas, konsep yang ideal agar IAW tidak terbelenggu, terpenjara oleh status PT. Ke depan, proses suksesi IAW bisa lancar tanpa harus menengok ke PT. Dan tentu ini perlu dirumuskan bersama-sama.


**
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengurai sebuah kesalahan atau kekeliruan, tapi sekedar koreksi atas sebuah proses yang telah berjalan sebagai pengalaman di masa yang akan datang. Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Bagaimanapun, usaha dan jerih-payah yang dilakukan para founding fathers dalam mendirikan IAW dan PT tetap harus diacungin jempol dan pantas dijadikan sebagai suri-tauladan bagi generasi IAW di masa mendatang. Terutama dari sisi idealisme dan kesungguhan dalam membangun dan mewujudkan sebuah organisasi yang kelak akan menjadi wadah (memberikan manfaat) kita bersama sampai hari tua.

Semoga acara IAW Minggu besok bisa berlangsung lancar dan proses suksesi bisa berjalan dengan mengesankan.
Selamat bertemu Minggu besok!!!



*dedicated to my sweet baby; Sekar Ayu NakMas Pambayun.



Landmark Center Tower-B Suite 801, 14 Maret 2006
(c) Gus John

0 Comments:

Post a Comment

<< Home