Thursday, November 02, 2006

#058: Sebuah Keniscayaan


Tangan itu kubelah. Tak kusangka, kutemukan di sana guratan-guratan Gusti Pengeran. Kuamati dan kuingat-ingat kembali, apa makna dari setiap guratan itu. Kutelusuri, kemudian kuhubungkan dengan apa yang terjadi di masa
lampau, kini, dan mendatang. Ketemu!!!

Mungkin kata orang, aku ini dibilang manusia beruntung karena bisa melihatnya. Tapi, terkadang aku menyesalinya (seandainya saja Gusti Pengeran memberiku opsi penyesalan), kenapa aku bisa mengingatnya?

Menyesal, karena bila kurenungkan, guratan-guratan itu terkadang harus bersinggungan dengan orang lain. Dengan sahabat, dengan teman dekat, dengan keluarga, atau yang lainnya. Akan menyakitkankah? Sedikit-banyak, pasti! Dan, sesungguhnya diriku ini terasa berat untuk bisa menyakiti hati orang lain. Apalagi itu orang dekat.

Aku menyesal bisa menemukan dan mengingat kembali guratan itu. Penyesalanku ini mengingatkanku akan penyesalan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang justru tidak senang diberi karomah Gusti Pengeran, karena dengan karomahnya itu, setiap orang yang bersalaman dengannya bisa menjadi kaya. Setiap tanah yang diinjaknya bisa berubah menjadi emas. Begitupun penyesalan yang dirasakan (alm) Mbah Hamid (KH. Hamid Abdullah), Pasuruan. Menurut beliau-beliau itu, justru apa yang dianggap karunia itu sebenarnya adalah petaka. Ujian berat bagi beliau berdua.

Aku benar-benar tersiksa. Betapapun aku menolak, melakukan perlawanan sehebat-hebatnya, guratan-guratan itu tak akan mampu kulawan. Ia akan terjadi, dan kemungkinan besar benar-benar akan terjadi. Ia menggelinding bagaikan bola salju yang siap menimpa diriku. Aku tak kuasa apa-apa. Aku tak berdaya dengan segala kehinaanku.

Aku menyesal (sekali lagi jika boleh). Bukan menyesali sesuatu yang akan terjadi, tapi proses yang telah dilewati oleh sesuatu yang akan terjadi itu dengan segala benturannya, yang terselimuti oleh guratan Ilahi itulah penyebabnya. Benturan dari proses yang akan terjadi itulah yang membuatku benar-benar harus berhenti sesaat, berpikir dengan bijaksana dalam kubangan segala kehinaan yang membalut diriku. Tapi aku tak boleh menyesal, karena
bagaimanapun ia adalah sebuah keniscayaan. Keniscayaan yang harus kuhadapi.
Wallaahu'alam bi ash showab.



Pancoran, 2-Des-'03
(c) GJ with flying ~

0 Comments:

Post a Comment

<< Home