Tuesday, November 07, 2006

#068: Lahirnya Kota Jakarta, Awal Kolonialisme atas Nusantara


Dari Padepokan Tebet, terus ke Mampang Prapatan, Warung Buncit, Kebon Sirih, Cililitan, Kalibata, Matraman, Kramat Raya, Ciganjur, dan begitu seterusnya. Ngeluyur, memutari ibukota Jakarta, aku tak ada bosannya. Mungkin, aku ini makhluk yang tak pernah sadar, bahwa, bumi yang kuinjak ini penuh dengan lintasan sejarah. Bahwa, jalan yang selama ini kulewati pernah menjadi saksi bisu catatan sejarah masa lalu.

Nama Warung Buncit, sebagai pertanda menyisakan cerita adanya seorang Cina berperut buncit yang buka warung kelontong di sebuah jalan jaman dulu, yang kini bernama Jl. Mampang Prapatan dan diteruskan ke selatan dengan nama jalan Warung Jati Barat.

Kebon Sirih, dan nama-nama daerah yang berawalan "kebon" menandakan kalau Jakarta ini dulunya ladang luas yang subur. Ada Kebon Bawang, Kebon Kacang, Kebon Jahe, Kebon Sirih, Kebon Jeruk, Kebon Jati, Kebon Jambu, Kebon Kosong, Kebon Manggis, Kebon Mawar, Kebon Melati, Kebon Pala, Kebon Pedati, Kebon Sayur, Kebon Sereh, Kebon Nanas, Kebon Nangka, Kebon Pisang, Kebon Mangga, Kebon Kelapa, Kebon Baru, dan sebagainya.

Matraman yang sekarang masuk wilayah Jakarta Timur, dulu berasal dari nama"Mataram". Di tempat inilah dulu pasukan Mataram Sultan Agung berkemah ketika pernah dua kali melakukan penyerangan ke Batavia, yang waktu itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1628 dan 1629).

Palmeriam (Matraman) dan Gudang Peluru (bhs. latin: Arsenal, Kp. Melayu) menyiratkan pernah terjadinya pertempuran antara pasukan Inggris (dipimpin Kolonel Gillespie) melawan Belanda yang waktu itu berinduk semang ke Perancis (Napoleon Bonaparte) di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Marsekal HW Daendels, yang dimenangkan oleh Inggris. Pertempuran ini terjadi di tahun1811, sekaligus sebagai awal pendudukan Inggris di Jawa hingga tahun 1816. Dan, masih banyak lagi sejarah dari jalan-jalan dan nama daerah yang lain, di wilayah DKI ini. Terkadang, aku tak pernah sadar, seolah-olah hanya bisa mendiami dan mencari nafkah 'un sich' di ibukota ini.


#
Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan anggota DPR (Kabelvision channel TV Swara) tanggal 3 Desember 2003 menjelaskan tentang rencananya untuk mereklamasi pantai utara Jakarta. Plus, melanjutkan program pembangunan banjir kanal timur yang selama ini terbengkalai.

Proyek pertama, dimaksudkan untuk membuat sebuah terminal terpadu yang terpusat di sekitar Tanjung Priok. Proyek ini nantinya diharapkan bisa meliputi: ada terminal bus, ada pelabuhan dan ada stasiun kerata api untuk melayani kebutuhan transportasi di DKI. Sedangkan proyek kedua merupakan kelanjutan dari rencana Belanda tempo dulu untuk mencegah banjir yang melanda ibukota. Selama ini, baru ada banjir kanal barat yang dibuat dengan memotong arus kali Ciliwung di wilayah Tambak (depan Ps. Raya dan terminal Manggarai) melewati Ps. Manggarai (Ps. Rumput), Landmark, Tanah Abang, Grogol, dan terus menuju ke Muara Angke (peta Jakarta edisi 12/2001-2002, karya Gunther W. Holtorf).
Sementara banjir kanal timur akan memotong arus Kali Cipinang dan Kali Sunter di sepanjang Jl. Jenderal Basuki Rahmat, terus ke Jl. Soekanto di Pondok Kopi dan kemungkinan besar akan menuju wilayah Cakung dan Cilincing (peta Jakarta idem).


#
Hari lahirnya Jakarta, 22 Juni 1527 masih simpang siur. 22 Juni yang diperingati tiap tahun oleh masyakat ibukota, yang biasanya disambut meriah dengan mengadakan pesta meriah "Jakarta Affair" yang berlangsung selama sebulan penuh, masih menyisakan penggalan-penggalan perdebatan antara dua pendapat pakar sejarah; Prof. Dr. Husein Djajadiningrat dengan Prof. Dr. R. Sukanto. Akhirnya dicari jalan tengah; profesor pertama menentukan tahunnya, sedangkan profesor kedua menentukan tanggal dan bulannya (Ketoprak Betawi, Intisari, Juni 2001). Begitulah.


#
Hm, siang ini kepalaku terasa penat! Tapi, di balik kepenatan itu, muncullah ide dari tema ini. Bahwa, bila ditelusuri dengan seksama, awal mula cengkeraman penjajah (eksploitasi) di bumi Nusantara, tak bisa dilepaskan dengan sejarah dan latar belakang berdirinya kota Jakarta. Alur ceritanya, kurang-lebih seperti ini:

Portugis berhasil menguasai Selat Malaka di tahun 1511 M. Mereka datang dalam rangka mencari daerah sumber penghasil rempah-rempah di bumi Nusantara. Karena merasa kepentingan Demak terganggu dan Portugis berusaha melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah tersebut dalam bentuk teror ke pedagang lokal, maka Pati Unus, Raja kedua Demak (putra Raden Patah) melakukan 2 kali serangan ke Malaka, tapi gagal.

Tahun 1518, Pati Unus meninggal dunia. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Trenggono, adiknya. Berbeda dengan kakaknya, Trenggono lebih berkonsentrasi pada kekuatan darat bila dibandingkan dengan kekuatan armada laut. Cikal-bakal pasukan Brigade Mobil(Brimob, pasukan berkuda yang berada di bawah komando Polri saat ini) adalah warisan Demak era Trenggono.

Karena banyak yang kecewa dengan sikap dan fokus kebijakan pertahanan darat yang diciptakan oleh Trenggono, maka terjadilah aliansi kekuatan secara diam-diam antara pasukan Tuban (serpihan dari Kerajaan Majapahit), Bugis, Aceh, dan Jepara. Tujuannya satu, menyerang Portugis yang bercokol di Malaka! Namun, adanya aliansi itu bisa dibaca oleh Trenggono. Demak kemudian juga ikut gabung dalam rencana ekspansi tersebut. Panglimanya yang ditunjuk adalah Fatahillah (Feletehan). Dibuatlah kesepakatan bersama untuk mengusir Portugis dari Malaka.

Terjadilah pengkhianatan itu. Pasukan Tuban begitu tiba di Malaka menyaksikan sebuah kenyataan yang menyakitkan. Gabungan pasukan Aceh dan Bugis kocar-kacir melawan meriam-meriam Portugis sebelum mereka mampu melakukan pendaratan di tanah Malaka. Pasukan Demak yang ditunggu-tunggu tidak hadir juga. Bantuan pasukan Tuban tak begitu berarti. Mereka dengan mudah dihalau oleh kekuatan Portugis dan akhirnya terdesak ke pedalaman Malaka. Karena semakin terdesak, dan untuk menghindarkan diri dari pengejaran tentara Portugis, mereka lambat-laun beralih profesi dari tentara menjadi petani, kemudian berbaur (kawin campur) dengan penduduk lokal. Inilah awal-mula adanya nenek-moyang orang Jawa yang berada di Malaka. Padahal, Portugis waktu itu sangat ketakutan dengan aliansi Jawa itu. Ketika mendengar akan diserang, mereka memindahkan benteng pertahanan yang berada di pinggir pantai menuju ke tempat yang agak masuk ke pedalaman.

Pasukan Demak dibawah pimpinan Fatahillah yang ditunggu-tunggu oleh pasukan aliansi, ternyata membelok ke Selat Sunda. Tidak ke Selat Malaka sesuai dengan kesepakatan awal. Di sana, mereka malah menyerang Banten, kemudian menyerang Sunda Kelapa (waktu itu masih di bawah pengaruh Pajajaran). Armada Portugis yang merasa unggul dan mampu menghalau aliansi Jawa mencoba masuk ke Laut Jawa. Mereka menuju ke Sunda Kelapa. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan Fatahillah. Terjadilah pertempuran sengit. Portugis gagal menduduki Jawa. Menurut catatan sejarah, waktu itu, 22 Juni 1527, Fatahillah mampu menaklukkan Sunda Kelapa ke dalam kekuasaanDemak. Berdirilah Sunda Kelapa, yang kemudian memiliki nama lain: Jayakarta, Jacatra, berubah menjadi "Batavia" di era Belanda, lalu berganti menjadi Jakarta hingga kini.

#
Di mana letak korelasinya judul tema di atas bila dikaitkan dengan cerita yang masih bersifat asumsi dari saya tersebut? Pertama, Demak jelas menjadi pengkhianat dalam kasus ini. Mereka memanfaatkan kosongnya Jawa justru untuk memperkuat posisi dan hegemoni Demak di tanah Jawa. Mereka berpura-pura ikut aliansi, tapi kemudian menelikung dan menyerang Jawa di saat tentara Jawa konsentrasi menyerangMalaka.

Kedua, seandainya, Demak tidak mengkhianati aliansi Jawa-Aceh-Bugis dalam menyerang Portugis di Malaka itu, dan bila rencana penyerangan itu dilaksanakan dengan matang, bisa jadi Portugis terusir dari Malaka.Terusirnya Portugis dari Malaka itu penting, paling tidak bila dilihat dari perhitungan politis; memberikan pelajaran (sock-teraphy/psiko-historis) pada bangsa asing untuk tidak mencari masalah di bumi Nusantara. Penyerangan itu penting untuk menunjukkan bahwa kekuatan Nusantara bisa melakukan perlawanan yang gigih dan mampu mengusir bangsa asing yang lebih hebat persenjataannya sekalipun. Tapi sayang, aliansi itu ternoda oleh pengkhianatan Demak-Trenggono via Fatahillah.

Akibat dari gagalnya Portugis terusir di Malaka, maka cengkeraman mereka semakin kuat terhadap Maluku sebagai daerah sumber penghasil rempah-rempah. Mereka merasa tidak memiliki pesaing dalam usaha perdagangan itu.

Kalaupun di kemudian hari Portugis pergi dari Nusantara, itu bukan karena mereka tidak tertarik lagi dengan hasil kekayaan Nusantara, tapi terlebih karena digantikan oleh kekuatan yang lain. Maka, kemudian datanglah kekuatan Spanyol, Dan, ketika Portugis kekuatannya semakin menipis, mereka digantikan oleh datangnya Belanda ke Nusantara (1596, menurut catatan sejarah umumnya). Lalu datanglah Inggris tahun 1618. Belanda kabur ke Banda, Maluku. Tahun 1619, Belanda di bawah pimpinan JP. Coen berhasil merebut Jayakarta(Jakarta, sekarang) kembali. Dari Jakarta inilah, Belanda berkantor pusat. Mengatur kerajaan-kerajaan di Nusantara hingga tahun 1945.

Ketiga, apapun dalihnya (membaca tulisan dari pakar budaya Betawi, Ridwan Saidi), berdasarkan dari asumsi saya di atas, maka berdirinya Jakarta merupakan awal lepasnya Nusantara ke dalam pelukan kepentingan Barat. Lahirnya kota Jakarta, merupakan awal Nusantara menjadi daerah jajahan yang dieksploitasi sumber alamnya oleh kekuatan asing (Barat) --hingga kini.

Kesalahan strategi, adanya pengkhianatan, belum adanya kesadaran berbangsa, lemahnya pemahaman geopolitik, dan elite politik yang terjebak pada intrik-intrik lokal, menjadi penyebab bangsa kita menjadi negara yang selalu terbelakang dan kerdil. Selalu menjadi obyek daripada menjadi subyek.
Selebihnya, wallaahu'alam bi ash showab.



Padepokan Tebet, 6 Jan '04
(c) GusJohn.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home