Tuesday, January 16, 2007

#102: Silaturahmi dan (Siapa Tahu) Peluang Bagi Esia


Beberapa hari yang lalu, saya “sowan” ke rumah seorang Kombes Polisi yang kebetulan tetangga perumahan saya di “Villa Ciangsana”. Kebetulan, sang Kombes yang berdinas di Polda Jabar itu ada acara ‘kondangan’ di tetangga sebelah rumahnya di Komplek Polri Jatirangga.

Semampang ada acara di Jakarta itulah dia menghubungi penulis untuk main ke rumahnya. Karena waktu itu saya masih di Cikoneng (Ciamis), maka saya janji untuk datang pada hari minggunya. Baru pas minggu pagi, saya ajak putriku Pambayun bersilaturahmi ke rumah Pak Kombes yang asri, dekat dengan kawasan Hutan Binong di daerah Jatisari, Pondok Gede.

Pak Kombes yang satu angkatan dengan Kabareskrim, Komjen Makbul Padmanegara -mantan Kapolda Metro Jaya-ini memang tipe orang yang ramah. Enak diajak ngobrol. Dengan hanya memakai t-shirt dan celana pendek, kita disambut dengan sajian teh hangat. Kita ngobrol banyak hal, tentang produk Esia hingga soal tower Polda yang akan disewa Esia. Sementara Pambayun ditemani mamanya, teriak-teriak minta roti -ngobrol dengan Ibu Kombes.


***
Saya kenal Pak Kombes pertama kali ketika survey lokasi untuk kandidat BTS di wilayah Mekarsari, tepatnya di Jalan Su-Ha (by pass) Bandung. Waktu itu, saya ijin untuk survey tower yang ada di kantor Polda Jabar. Pada mulanya, Pak Kombes keberatan, tapi karena saya terus ‘ngeyel’, akhirnya Pak Kombes mengijinkan saya untuk survey.

Sebulan yang lalu, bersama seorang AKP Polisi saya juga mengawalnya ketika melakukan survey tower-tower milik Polda Jabar yang akan disewa Esia. Dari Cigombong-Sukabumi via tol Jagorawi kita menyusuri jalanan pantura. Kita survey di tower Polsek Sukra-Patrol kemudian ke Polsek Lohbener, yang keduanya masuk dalam wilayah Indramayu. Malamnya kita transit di Cirebon, kemudian paginya mampir ke Polresta Cirebon, lalu meluncur ke Polsek Beber (Cirebon Selatan). Dari kota kecil perbatasan dengan Kuningan ini kemudian kita berpisah. Pak Kombes melanjutkan survey tower milik Polda ke daerah Tasikmalaya, sedangkan saya harus survey lokasi kandidat BTS di daerah Cilimus.

Nah, tiga minggu kemudian pada saat saya survey “road show” Jawa Barat selatan -dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasik hingga hampir ke Pangandaran, Pak Kombes menelpon memberi kabar kalau posisinya sedang berada di Jakarta. Maka, sebagai orang yang lebih muda, saya sowan ke rumah beliau yang jarak udaranya hanya 500m dari rumah saya.

***
Hirarki organisasi Polda biasanya dari urutan terbawah: Polsek, kemudian Polres (di kabupaten) atau Polresta (di Kodya), yang lebih tinggi lagi Polwil (setingkat Karisedanan) baru kemudian Polda (level propinsi). Secara administrasi, Propinsi Jawa Barat sendiri memiliki 16 wilayah kabupaten dan 5 wilayah Kotamadya. Maknanya, secara hirarki organisasi, Polda Jabar memiliki 16 kantor Polres, 5 Polresta, dan sekitar 3 kantor Polwil. Jika diasumsikan, masing-masing Polres atau Polresta terdiri dari sekitar 15 Polsek, maka dari 21 kantor polisi setingkat Daerah Tingkat II itu memiliki sekitar 315 kantor Polsek.

Nah, dari jumlah hitung-hitungan saya secara kasar tersebut di atas, menurut Pak KOmbes, Polda Jabar tiap bulannya harus membayar tagihan telepon sekitar 300 juta hingga 400-an juta ke PT Telkom. Tiap bulan!!! Bisa dibayangkan, bila Esia (secara corporate barangkali) bisa menangkap peluang tersebut, tentu ratusan juta rupiah itu akan menjadi milik Esia. Apalagi, kita sudah memiliki kerjasama dengan Polda Jabar sebelumnya. Belum lagi misalnya bila Esia mampu menggandeng Mabes Polri, tentu akan semakin menambah pemasukan yang luar biasa buat Esia.

Untuk Polda Jabar kerjasama itu mungkin hanya sebatas wilayah Bandung, Bekasi, Kerawang dan Depok, karena untuk wilayah-wilayah yang lain, interkoneksi masih menjadi masalah yang serius dan berlarut-larut. Sementara untuk wilayah Jakarta mungkin tidak ada masalah. Artinya, ini perlu kerjasama dengan Mabes Polri atau dengan Polda Metro Jaya.Apakah bisa?Mungkin perlu penjajakan. Siapa tahu bisa dan itu akan menjadi pemasukan yang luar biasa buat Esia.Selamat mencoba!


*dedicated to my sweet baby; Sekar Ayu NakMas Pambayun.

Landmark Center Tower-B Suite 801, 5 April 2006
(c) Gus John

#101: Mengurai Hubungan IAW dan PT


Jika tidak ada aral-melintang, hari Minggu besok, 19 Maret 2006, acara "Temu Alumni" Ikatan Alumni Wikusama (IAW) akan digelar. Tempatnya, di Kawasan Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan. Sesuai planning dari panitia; ada acara band, sumbang lagu, perkenalan keberadaan PT Wikusama (badan usaha yang dikelola oleh alumni IAW), perkenalan WBC (Wikusama Bikers Community), dan sebagai acara pentingnya adalah pemilihan Ketua Umum IAW yang baru. Point yang terakhir ini menarik, karena ini untuk pertama kalinya terjadi proses pergantian pengurus sejak IAW berdiri tahun 2003 lalu. Menjelang proses pergantian pengurus baru inilah baru muncul "masalah-masalah" yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, baik oleh founding fathers (pendiri) IAW ataupun PT.

Saat mendirikan IAW dan PT, mungkin para founding fathers saat itu hanya memikirkan idealisme saja. Bagaimana IAW segera terbentuk, bagaimana PT bisa berdiri. Idealisme dan pemikirannya sederhana; IAW didirikan sebagai perekat anggota alumni SMK Sandhy Putra Malang. Dalam angan-angan saya selanjutnya, saya menginginkan ke depan IAW bisa besar seperti ITB-Connections -kumpulan orang-orang ITB yang sukses di bidang politik dan ekonomi, ITS-Connections, ILUNI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia/UI), dan sebagainya. IAW sekarang? Memang belum. Tapi tunggu minimal 5 tahun ke depan. IAW Insya Allah akan semakin diperhitungkan.

Sementara PT Wikusama diupayakan secepatnya berdiri -PT Wikusama berdiri sekitar bulan Agustus 2003- agar bisa mensuport dana untuk kegiatan IAW, dan dalam jangka panjang bisa menampung alumni di dunia kerja. Dalam konsep Cak Usma selanjutnya kemudian PT bisa berkembang sebagai perusahaan outsource IT yang lumayan dapat "order" di mana-mana. PT sudah mulai diperhitungkan oleh dunia luar.

Karena hanya berlatar belakang idealisme semata -agar IAW dan PT secepatnya berdiri, para pendiri mungkin "lupa" dengan membuat aturan (pagar-pagar) yang cukup ketat untuk sebuah organisasi yang baru berdiri. Dan kini terbukti. Misalnya saja satu contoh sederhana dalam sebuah pasal; “seorang Ketum hanya boleh dipilih sekali setelah itu tidak boleh dipilih lagi”. Dalam konstitusi (aturan) manapun tidak ada aturan yang "seketat" itu. Hampir semua institusi/organisasi memberikan waktu maksimal dua periode untuk jabatan posisi tertinggi dalam sebuah organisasi. Ambil contoh saja: pemilihan presiden, gubernur hingga lurah (kepala desa). Di organisasi lain pun demikian. HMI, PMII, PBNU, PP Muhammadiyah juga sama. Dan aturan ketat di atas lebih diperketat lagi dengan aturan internal PT yang menyebutkan bahwa "Ketum secara otomatis sebagai Komisaris PT sebagai bukti kepemilikan saham mayoritas IAW terhadap PT".

Aturan itu kini terasa dampaknya. Ia seolah-olah "memenjara" IAW untuk tidak bisa bergerak lebih bebas. Temu Alumni pun terancam bubar bila "aturan mengikat" itu tidak segera diselesaikan. Padahal, IAW adalah pemilik saham terbesar di PT, dan PT belum 100% bisa bergerak secara mandiri dan profesional. PT masih “terikat” dengan IAW. Dalam konteks ini, kegelisahan yang diutarakan Cak Usma, Oton dkk beberapa waktu lalu ada benarnya. Dan itu sebuah input yang sangat positif. Artinya, selama ini antara IAW dan PT ada aturan yang serba "mengikat" dan sekarang terbukti menjadi masalah baru.

Ambil contoh jika mengikuti aturan lama (bahwa Ketum hanya boleh menjabat 1 periode/3 tahun), sementara kondisi PT masih dalam taraf belajar menuju professional. Maka, setiap 3 tahun Komisaris PT akan ganti baru. Itu artinya akte PT pun harus berubah setiap 3 tahun. Berapa cost yang harus dikeluarkan oleh PT hanya untuk mengurusi administrasi seperti itu? Padahal, PT masih punya banyak agenda lain yang lebih penting.

Kedua, posisi person to person yang ada dalam akte PT. Mereka tidak dibayar tapi memiliki resiko yang luar biasa bila PT ada masalah (semoga tidak!). Nah, dalam posisi seperti ini, lalu siapa yang ingin jadi Ketum IAW jika dia dipilih hanya untuk "digantung" dalam posisi Komisaris PT yang hanya formalitas belaka seperti itu?

Sedikit flash back, dalam proses pendirian PT dulu, tidak ada yang bersedia masuk dalam akte PT dengan alasan akan membawakan proyek di perusahaannya masing-masing untuk PT --kecuali saya, Hilal dan Lilis yang bersedia masuk dan tercatat dalam akte PT (hingga kini). Buktinya? Nol besar. Tak ada itu proyek seperti yang digembar-gemborkan. Justru Agung (PT EDI) dan Cak Usma (Flexi) yang memberikan proyek untuk PT padahal posisi mereka di luar akte PT.

Intinya ke depan, antara IAW dan PT memang perlu dibuatkan sebuah aturan yang jelas, konsep yang ideal agar IAW tidak terbelenggu, terpenjara oleh status PT. Ke depan, proses suksesi IAW bisa lancar tanpa harus menengok ke PT. Dan tentu ini perlu dirumuskan bersama-sama.


**
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengurai sebuah kesalahan atau kekeliruan, tapi sekedar koreksi atas sebuah proses yang telah berjalan sebagai pengalaman di masa yang akan datang. Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Bagaimanapun, usaha dan jerih-payah yang dilakukan para founding fathers dalam mendirikan IAW dan PT tetap harus diacungin jempol dan pantas dijadikan sebagai suri-tauladan bagi generasi IAW di masa mendatang. Terutama dari sisi idealisme dan kesungguhan dalam membangun dan mewujudkan sebuah organisasi yang kelak akan menjadi wadah (memberikan manfaat) kita bersama sampai hari tua.

Semoga acara IAW Minggu besok bisa berlangsung lancar dan proses suksesi bisa berjalan dengan mengesankan.
Selamat bertemu Minggu besok!!!



*dedicated to my sweet baby; Sekar Ayu NakMas Pambayun.



Landmark Center Tower-B Suite 801, 14 Maret 2006
(c) Gus John

#100: IAW Menyambut Ketua Umum Baru


Bulan depan, tepatnya Minggu, 19 Maret 2006, Ikatan Alumni Wikusama (IAW) akan memiliki Ketua Umum baru. Ketua Umum periode yang ke dua. Prosesnya, sudah dimulai sekarang. Pemilihan Ketum tersebut mengikuti tradisi sebelumnya; dengan melalui proses penyaringan kandidat ketua via millist Wikusama (millist alumni). Setiap anggota alumni, sesuai dengan syarat pemilihan yang diajukan oleh Koordinator Acara, berhak untuk ditampilkan dan menampilkan dirinya sebagai kandidat. Dari proses penyaringan itu, tiga besar suara kandidat akan dibawa ke forum Temu Alumni yang rencananya akan digelar di Kawasan Ragunan. Di depan para alumni, mereka harus mengeksplore potensi dan kelebihan masing-masing. Dan, suara alumnilah yang akan menentukan, siapa yang layak dan pantas untuk dipilih sebagai Ketum IAW periode 2006-2009.

Selain proses dan persiapan acara yang sudah berjalan bagus, ada beberapa hal yang penting untuk menjadi perhatian alumni, khususnya buat para kandidat. Pertama, tugas Ketum IAW mendatang akan semakin menantang. Seiring dengan terus bertambahnya jumlah alumni (sekarang saja sudah 11 angkatan), memanage sekitar 1500-an orang dengan pola pikir yang beragam tentulah dibutuhkan kesabaran tersendiri.

Kedua, memanage teman-teman yang lebih "senior" (angkatan yang lebih tua), dibutuhkan seorang Ketum yang punya adab, tata-krama dan etika yang baik. Karena bisa jadi, Ketum terpilih nanti jaraknya jauh dengan angkatan pertama. Orang yang sudah berpengalaman dalam organisasi, point ini sangat penting. Pendekatan kepada anggota yang sudah berkeluarga dengan anggota yang baru lulus, tentu butuh pola pendekatan yang berbeda.

Ketiga, Ketum IAW mendatang harus tipe "orang gaul". Pergaulannya luas; lintas angkatan. Tidak terpaku pada angkatannya saja, atau terpaku hanya pada satu atau tiga angkatan yang ia kenal saja. Tapi semua angkatan. Seorang Ketum harus menghormati generasi yang lebih tua, sekaligus menyanyangi (baca: ngemong) yang lebih muda.

Keempat, Ketum IAW mendatang harus lebih aktif dan dinamis dari kepengurusan sebelumnya. Pengurus IAW mendatang harus lebih baik dari pengurus lama, karena itu pertanda sebagai sebuah kemajuan. Kelemahan pengurus sebelumnya harus dijadikan sebagai evaluasi untuk perbaikan di masa mendatang.

Sebagai pengurus lama, saya akan membiarkan proses pemilihan Ketum IAW nanti berjalan secara normal dan apa adanya. Tidak ada istilah "jago dielus-elus". Tak ada rekayasa. Tak ada dukung-mendukung. Setiap anggota alumni berhak untuk maju. Setiap kandidat silahkan bertarung dalam sesi kampanye nanti dengan seru. Biarkan alumni yang akan menilai.

Yang penting, adab, etika, aktif, dinamis dan gaul, adalah syarat-syarat yang ideal untuk dipilih.
So, jangan sampai salah pilih!




Jakarta-Landmark Tower-B, 13 Feb 2006
(c) Gus John
*Salah Satu Pendiri dan Ketua Umum IAW 2003-2006